Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan » Republik Indonesia
Lhokseumawe, Kemendikbudristek – Rasyidin adalah Guru Penggerak Angkatan 2. Pada tahun 2022, ia menjadi kepala sekolah di SDN 3, Lapang, Kabupaten Aceh Utara. Sebagai Guru Penggerak yang ditugaskan menjadi kepala sekolah, setelah menjabat ia merasa lebih leluasa untuk menerapkan program yang berorientasi pada peserta didik. Termasuk program yang terkait dengan penguatan profil Pelajar Pancasila yang ia yakini menjadi modal dalam menumbuhkan karakter unggul pada diri generasi penerus bangsa.
“Saya lebih berani membuat program dan lebih mudah untuk mengimplementasikannya karena saya melakukan pendekatan supaya guru paham atas program yang saya tawarkan dan mereka pada akhirnya mendukung,” tutur Rasyidin yang ditemui dalam kunjungan kerja Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) di Kabupaten Aceh Utara, beberapa waktu lalu.
Secara berkala, Rasyidin mengundang guru, orang tua siswa, dan pemangku kepentingan untuk datang ke sekolah. Sebab, ia menilai bahwa kesuksesan sebuah program tidak terlepas dari dukungan seluruh warga sekolah dan pemangku kepentingan. Selain itu, Rasyidin juga menggarisbawahi pentingnya musyawarah dalam mendiskusikan perencanaan program. Dengan demikian, ada rasa saling memiliki atas program tersebut.
“Jika perencanaannya sudah matang, baru kami eksekusi bersama karena program yang dijalankan harus terukur dan bisa menciptakan perubahan ke arah yang lebih baik,” ucapnya yang didaulat menjadi koordinator Guru Penggerak angkatan 2 ini.
Beberapa pogram yang ia gagas adalah “Zikir Bersama Wali Murid”. Kegiatan yang berlangsung sebulan sekali ini mengumpulkan para siswa dan orang tuanya di sekolah untuk berzikir bersama. Selain itu, ada program penguatan literasi. Kegiatan ini melibatkan siswa kelas 4, 5, dan 6, di mana sebelum proses belajar di kelas dimulai, secara bergantian siswa maju ke depan kelas menyampaikan pidato maupun nasehat.
Dalam membentuk perilaku siswanya, Rasyidin mempraktikkan nilai-nilai keteladanan. Sebagai kepala sekolah, meskipun rumahnya paling jauh dari sekolah, justru ia mencontohkan bahwa dirinya sehari-hari datang ke sekolah lebih awal. “Saya merasa malu dengan kepala sekolah yang rumahnya lebih jauh dari saya tapi datangnya justru lebih awal dari saya,” ungkap Rasyidin menirukan ucapan salah satu gurunya.
“Dalam menerapkan kedisiplinan, saya tidak memaksakan guru-guru saya untuk mengikuti aturan. Akan tetapi, saya mengawali dengan menyadarkan mereka melalui contoh perilaku yang baik. Selama beberapa lama saya memantau perilaku guru dan siswa, Alhamdulillah sekarang setelah setahun berjalan jarang ada yang terlambat,” tutur Rasyidin yang rumahnya berjarak 30 km dari sekolah.
“Dari contoh yang saya lakukan, mereka berubah dengan sendirinya bahkan sebelum aturan (jam masuk) itu saya adakan,” imbuhnya.
Sebagai manajer di sekolah, Rasyidin menyadari pentingnya peningkatan kompetensi guru yang menjadi motor pembelajaran. “Guru di daerah pesisir masih kurang. Dengan keadaan tersebut, saya mengajak guru-guru di sekolah untuk aktif dalam komunitas pembelajaran,” ucapnya yang mendirikan Komunitas Ceria yang setiap seminggu sekali membahas teknologi informasi, penerapan budaya positif di sekolah, menyusun pembelajaran yang bermakna, serta implementasi Kurikulum Merdeka.
“Saya terus mendorong keaktifan guru dalam komunitas belajar. Awalnya mereka merasa tidak percaya diri sehingga belum pernah ada narasumber dalam komunitas belajar di tingkat gugus namun sekarang saya bisa mengorbitkan dua narasumber dari sekolah saya di tingkat kecamatan,” jelasnya.
Rasyidin terus menggali potensi guru-guru di sekolahnya karena ia yakin salah satu indikator kesuksesan implementasi program adalah menciptakan program yang relevan dengan kebutuhan dan karakteristik sekolah. Sama halnya dengan penerapan Kurikulum Merdeka, sebagai langkah awal, Rasyidi memetakan dulu asset/kekuatan sekolah, lalu disesuaikan dengan kemampuan sekolah yakni menggunakan Kurikulum Mandiri Berubah.
Sebelum mengakhiri, Rasyidin mengatakan bahwa proses pendidikan mesti diperkuat dengan penerapan profil Pelajar Pancasila. Menurutnya, karakter unggul adalah modal kemajuan bangsa. “Kesuksesan dalam program apapun harus dimulai dari bawah karena tidak ada orang yang langsung mendulang kesuksesan besar tanpa diawali dengan langkah kecil secara konsisten,” pungkasnya.*** (Penulis: Denty A., Editor: Seno H.)
Sumber :
“Saya lebih berani membuat program dan lebih mudah untuk mengimplementasikannya karena saya melakukan pendekatan supaya guru paham atas program yang saya tawarkan dan mereka pada akhirnya mendukung,” tutur Rasyidin yang ditemui dalam kunjungan kerja Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) di Kabupaten Aceh Utara, beberapa waktu lalu.
Secara berkala, Rasyidin mengundang guru, orang tua siswa, dan pemangku kepentingan untuk datang ke sekolah. Sebab, ia menilai bahwa kesuksesan sebuah program tidak terlepas dari dukungan seluruh warga sekolah dan pemangku kepentingan. Selain itu, Rasyidin juga menggarisbawahi pentingnya musyawarah dalam mendiskusikan perencanaan program. Dengan demikian, ada rasa saling memiliki atas program tersebut.
“Jika perencanaannya sudah matang, baru kami eksekusi bersama karena program yang dijalankan harus terukur dan bisa menciptakan perubahan ke arah yang lebih baik,” ucapnya yang didaulat menjadi koordinator Guru Penggerak angkatan 2 ini.
Beberapa pogram yang ia gagas adalah “Zikir Bersama Wali Murid”. Kegiatan yang berlangsung sebulan sekali ini mengumpulkan para siswa dan orang tuanya di sekolah untuk berzikir bersama. Selain itu, ada program penguatan literasi. Kegiatan ini melibatkan siswa kelas 4, 5, dan 6, di mana sebelum proses belajar di kelas dimulai, secara bergantian siswa maju ke depan kelas menyampaikan pidato maupun nasehat.
Dalam membentuk perilaku siswanya, Rasyidin mempraktikkan nilai-nilai keteladanan. Sebagai kepala sekolah, meskipun rumahnya paling jauh dari sekolah, justru ia mencontohkan bahwa dirinya sehari-hari datang ke sekolah lebih awal. “Saya merasa malu dengan kepala sekolah yang rumahnya lebih jauh dari saya tapi datangnya justru lebih awal dari saya,” ungkap Rasyidin menirukan ucapan salah satu gurunya.
“Dalam menerapkan kedisiplinan, saya tidak memaksakan guru-guru saya untuk mengikuti aturan. Akan tetapi, saya mengawali dengan menyadarkan mereka melalui contoh perilaku yang baik. Selama beberapa lama saya memantau perilaku guru dan siswa, Alhamdulillah sekarang setelah setahun berjalan jarang ada yang terlambat,” tutur Rasyidin yang rumahnya berjarak 30 km dari sekolah.
“Dari contoh yang saya lakukan, mereka berubah dengan sendirinya bahkan sebelum aturan (jam masuk) itu saya adakan,” imbuhnya.
Sebagai manajer di sekolah, Rasyidin menyadari pentingnya peningkatan kompetensi guru yang menjadi motor pembelajaran. “Guru di daerah pesisir masih kurang. Dengan keadaan tersebut, saya mengajak guru-guru di sekolah untuk aktif dalam komunitas pembelajaran,” ucapnya yang mendirikan Komunitas Ceria yang setiap seminggu sekali membahas teknologi informasi, penerapan budaya positif di sekolah, menyusun pembelajaran yang bermakna, serta implementasi Kurikulum Merdeka.
“Saya terus mendorong keaktifan guru dalam komunitas belajar. Awalnya mereka merasa tidak percaya diri sehingga belum pernah ada narasumber dalam komunitas belajar di tingkat gugus namun sekarang saya bisa mengorbitkan dua narasumber dari sekolah saya di tingkat kecamatan,” jelasnya.
Rasyidin terus menggali potensi guru-guru di sekolahnya karena ia yakin salah satu indikator kesuksesan implementasi program adalah menciptakan program yang relevan dengan kebutuhan dan karakteristik sekolah. Sama halnya dengan penerapan Kurikulum Merdeka, sebagai langkah awal, Rasyidi memetakan dulu asset/kekuatan sekolah, lalu disesuaikan dengan kemampuan sekolah yakni menggunakan Kurikulum Mandiri Berubah.
Sebelum mengakhiri, Rasyidin mengatakan bahwa proses pendidikan mesti diperkuat dengan penerapan profil Pelajar Pancasila. Menurutnya, karakter unggul adalah modal kemajuan bangsa. “Kesuksesan dalam program apapun harus dimulai dari bawah karena tidak ada orang yang langsung mendulang kesuksesan besar tanpa diawali dengan langkah kecil secara konsisten,” pungkasnya.*** (Penulis: Denty A., Editor: Seno H.)
Sumber :
Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 19 kali