Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan » Republik Indonesia
Jakarta, Kemendikbudristek
– Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra kembali menggelar Seminar Leksikografi Indonesia (SLI) sebagai sarana bertukar informasi dan pengalaman tentang dunia perkamusan serta menyosialisasikan perkembangan dunia leksikografi kepada masyarakat.“Pada era digital saat ini kamus harus makin berkembang dengan mempertimbangkan kemajuan-kemajuan yang terjadi di masyarakat, baik dalam hal penyerapan kata, ejaan, dan pengaruh penerapannya. Seminar Leksikografi Indonesia (SLI) menjadi salah satu solusi untuk mengatasi ketertinggalan tersebut,” ujar Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, E. Aminudin Aziz, beberapa waktu lalu, di Jakarta.
Perkembangan dalam Dunia Leksikografi
Kamus Frasem Dwibahasa Jerman–Indonesia
Raden Muhammad Arie Andiko Ajie, pengajar program studi Sastra Jerman Universitas Indonesia menyampaikan materi tentang Kamus Frasem Dwibahasa Jerman–Indonesia. Arie berkisah bahwa kamus tersebut tercipta secara insidental dan merupakan bahan disertasinya. Kamus frasem merupakan kamus ungkapan dalam bahasa Indonesia. Banyaknya ungkapan menjadi gengsi tersendiri dalam sebuah bahasa.
Target pengguna Kamus Frasem Dwibahasa Jerman–Indonesia adalah penutur bahasa Jerman dengan ilmu bahasa yang tinggi. kamus tersebut berisi penjelasan tentang latar belakang dan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan, target pengguna, studi metaleksikografi (berkaitan dengan mikro dan makrostruktur kamus), tantangan, serta peranan internet dalam pencarian padanan, lema, dan entri mikrostruktur.
Kamus Astro
Selanjutnya, Avivah Yamani, komunikator astronomi dari langitselatan.com (media edukasi astronomi berbahasa indonesia berbasis dunia maya atau daring) menjelaskan tentang Kamus Astro. Kamus Astro adalah kamus yang berisi istilah-istilah astronomi dalam bahasa Indonesia. Penyusunannya didasarkan pada kebutuhan untuk memperkenalkan dan membangun kesadaran astronomi, membangun kemampuan berpikir logis, serta memperkenalkan bahwa sains itu menyenangkan dan bisa dilakukan. Kamus Astro lebih mengarah pada glosarium dan ditujukan sebagai terminologi astronomi.
Tujuan pengembangan Kamus Astro adalah untuk mempermudah penulisan artikel di situs web Langit Selatan (langitselatan.com), membangun basis data istilah astronomi bahasa Indonesia, sarana komunikasi dan edukasi astronomi, serta menjadi rujukan istilah astronomi yang standar digunakan. Sumber terminologinya adalah berita astronomi, makalah, buku teks astronomi, dan saran publik. Sasaran pengguna Kamus Astro adalah pembaca Langit Selatan, pengunjung baru, komunikator astronomi, siswa, guru, jurnalis sains, dan publik. Sedangkan, tantangan penyusunannya adalah membuat konten dan artikel dengan bahasa yang mudah dipahami oleh semua khalayak, khususnya ketika padanan bahasa Indonesia untuk istilah astronomi masih sangat minim.
“Selama ini informasi tentang terminologi astronomi hanya ada dalam bahasa Inggris. Padahal, para staf Komunitas Langit Selatan membutuhkan padanan kata dalam bahasa indonesia agar dapat memperkenalkan istilah dan informasi astronomi kepada masyarakat,” imbuh Avivah.
Avivah menuturkan bahwa jenis kamus sangat banyak. Selain kamus dwibahasa Inggris-bahasa Indonesia dan KBBI serta Kamus Astro, ada kamus bidang pertahanan dan keamanan. “Semoga makin banyak kamus bidang ilmu, khususnya sains, yang dapat diperkenalkan kepada masyarakat. Melalui kamus, masyarakat dapat mengenal beragam bidang ilmu dan tidak akan menyepelekan pentingnya kosakata,” tutupnya.
Kamus Bidang Pertahanan dan Keamanan
Berkaitan dengan penyusunan kamus bidang pertahanan dan keamanan, Surya Wiranto, dosen Prodi Keamanan Maritim di Universitas Pertahanan (Unhan), menjelaskan bahwa Badan Bahasa telah bekerja sama dengan Unhan sejak bulan Maret 2019.
“Pengalaman pertama bagi kami yang biasa mengangkat senjata, tiba-tiba harus membuat kamus. Penyusunan kamus bidang pertahanan dan keamanan ini menjadi lebih mudah karena banyaknya pengalaman di lapangan, pengalaman mengajar sebagai akademisi, dan bimbingan dari Badan Bahasa. Berawal dari taksonomi mengelompokan kata-kata dan kalimat-kalimat dari tiap subbidang, kemudian diolah menjadi bahan-bahan kamus leksikografi. Akhirnya, dua kamus, yaitu Kamus Istilah Strategi Pertahanan Udara dan Kamus Istilah Damai dan Resolusi Konflik dapat terselesaikan dan kami serahkan secara simbolis pada 2 Agustus 2023 kepada Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa dalam SLI 2023,” ujar Surya.
Beni Rudiawan, dosen Fakultas Strategi Pertahanan, Unhan, menambahkan bahwa Hambatan penyusunan kamus pertahanan adalah mencari padanan. Banyak padanan yang berasal dari bahasa daerah yang digunakan untuk memperkaya istilah-istilah bidang pertahanan, bahkan mencakup strategi pertahanan darat dan laut. “Istilah hankam sudah tidak ada lagi. Istilah pertahanan digunakan untuk TNI, sedangkan, kemananan untuk Polri,” sebutnya.
Bahasa Gaul
Selanjutnya, dalam sesi diskusi terakhir SLI 2023 pada 4 Agustus 2023, Debby Sahertian (pembawa acara dan pelopor kamus bahasa gaul) dan Aditya Elmand (guru, selebgram, dan Tiktoker), memaparkan materi dan pengalamannya tentang bahasa gaul.
Bahasa gaul adalah sebuah atau beberapa kata yang keluar secara spontan dari mulut seseorang dengan bunyi yang agak mirip dengan kata orisinalnya. Bahasa Gaul memudahkan seseorang yang mungkin mempunyai sifat introver dalam memulai perkenalan, pergaulan, atau membaur dengan lingkungan baru atau sebagai pencair suasana. Bahasa gaul adalah salah satu yang memperkaya ragam bahasa slang Indonesia.
Pada awalnya bahasa gaul berkembang antara preman pasar atau orang-orang yang sering bergaul di pasar, disebut bahasa prokem, sehingga bahasa gaul yang berkembang pada saat itu memang terkesan maskulin. Kemudian, terjadilah pergeseran ketika banyak yang menggunakan bahasa rahasia antara pekerja salon atau kaum minoritas lainnya, seperti waria. Pada saat itulah terjadi transformasi bahasa gaul. Rumus yang digunakan pada bahasa gaul adalah mempertahankan suku kata pertama/awal lalu menambahkan kreativitas pada suku kata di belakangnya, misalnya makan menjadi ma-ka-sar.
“Kecenderungan menggunakan kata yang dipanjang-panjangkan dalam bahasa gaul untuk mempertahankan kerahasiaan antarpenggunanya, misalnya masih dipadankan dengan masker tetapi kami mencari padanan lebih panjang maskapai penerbangan. Selain itu, sulit untuk mengontrol penggunaan bahasa gaul karena awalnya saya hanya mendokumentasikan bahasa gaul. Saya tidak memiliki kekuasaan untuk mengontrol, misalnya penggunaannya di televisi. Televisi menayangkan acara hiburan sehingga penggunaan bahasa gaul tetap digunakan karena mengundang penonton untuk tertawa. Memang penuturnya memerlukan kesadaran berbahasa kapan untuk menggunakan bahasa gaul, misalnya saat bertemu Presiden Jokowi tidak mungkin mengatakan akika laper, neik,” jelas Debby.
Kemudian, Aditya selaku penutur bahasa gaul ala Debby Sahertian di TikTok, mengutarakan pengalamannya. “Saya mengenal bahasa gaul sejak SMP karena tumbuh di keluarga artis, yaitu dengan Gusti Randa dan Nia Paramitha. Saya memang menyukai banyak bahasa dan pada saat ini saya membuat konten menggunakan bahasa gaul ala Debby Sahertian di TikTok sehingga menimbulkan banyak kontroversi. Banyak warganet yang berkomentar bahwa saya membunuh bahasa Indonesia dan menggantikannya dengan bahasa gaul. Setelah saya bertemu banyak ahli bahasa seperti Ivan Lanin, saya mengetahui bahwa bahasa gaul sebagai bahasa nonformal justru memperkaya dan tidak akan merusak bahasa Indonesia,” ujar Aditya.
Menurut saya, penggunaan bahasa gaul ini tidak perlu menjadi kontroversi karena tiap bangsa dan negara memiliki bahasa gaul yang sifatnya memperkaya ragam bahasa. Penggunaan bahasa gaul memang harus ekspresif, harus diiringi gestur. Penutur bahasa gaul perlu menggunakannya dengan rasa senang. Tidak masalah jika menggunakannya tanpa gestur atau intonasi tetapi akan lebih menyenangkan jika menggunakan gestur dan intonasi. (Penulis: Princess/Ika maryana, Editor: Denty A.)
Sumber :
Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 33 kali