Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan » Republik Indonesia
Chengdu, 2 Agustus 2023 – Kunjungan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) ke Chengdu, Tiongkok pada tanggal 27–28 Juli 2023 menjadi tonggak penting dalam penandatanganan berbagai kesepakatan strategis. Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Beijing mengumumkan bahwa setidaknya ada delapan dokumen perjanjian kerja sama yang akan dibahas oleh Presiden Jokowi dan Presiden Xi Jinping dalam pertemuan kedua belah pihak di Chengdu, Tiongkok.
Salah satu perjanjian yang menjadi sorotan adalah Nota Kesepahaman/Memorandum of Understanding (MoU) antara Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Indonesia (Kemendikbudristek) dengan Kementerian Pendidikan Tiongkok, terkait kerja sama di bidang pendidikan bahasa Mandarin.
MoU ini ditandatangani oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Indonesia (Mendikbudristek), Nadiem Makarim, dan Menteri Pendidikan Tiongkok, Huai Jinpeng. Penandatanganan akan dilakukan secara sirkuler, di mana kedua menteri akan berpartisipasi dari lokasi masing-masing.
Yudil Chatim, Atase Pendidikan dan Kebudayaan (Atdikbud) KBRI Beijing, mengungkapkan bahwa perjanjian kerja sama di bidang pendidikan Mandarin antara Indonesia dengan Tiongkok sudah berjalan sejak tahun 2013.
“Perjanjian ini merupakan perpanjangan dari kesepakatan yang pertama kali ditandatangani pada tahun 2013, dan kemudian diperbaharui sementara pada tahun 2018. Rencananya, perpanjangan akan dilakukan pada tahun 2020, namun dihadang oleh situasi pandemi,” ucap Yudil pada Selasa (25/7).
Salah satu aspek menarik dalam MoU ini adalah program kerja sama ‘Bahasa Mandarin + Pendidikan Vokasi’ (Zhongwen + Zhiye Jiaoyu). Program ini sejalan dengan visi Mendikbudristek yang mendorong program Merdeka Belajar dengan mengintegrasikan satuan pendidikan, termasuk pendidikan vokasi, dengan dunia usaha dan industri.
“Sebelum menjabat sebagai Atase Pendidikan dan Kebudayaan di Beijing, saya berada di Kemendikbudristek pada Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, dan saat itu saya mengetahui bahwa Tiongkok juga memberikan prioritas tinggi pada pendidikan vokasi dalam sistem pendidikannya,” ungkap Yudil.
Oleh karena itu, dalam setiap kesempatan mendampingi Duta Besar Indonesia untuk Tiongkok, Djauhari Oratmangun, Yudil senantiasa mempromosikan potensi pendidikan vokasi Indonesia kepada para investor Tiongkok, “hal ini guna menghadapi semakin banyaknya investasi perusahaan-perusahaan Tiongkok di Indonesia, maka dari itu saya selalu menawarkan kolaborasi dengan satuan pendidikan di Indonesia,” katanya.
Lebih lanjut, Yudil secara berulang kali menyampaikan kepada para investor bahwa Indonesia memiliki lebih dari 14.400 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan sekitar 4.000 perguruan tinggi, termasuk sekitar 2.200 perguruan tinggi vokasi.
“Dengan tekad untuk memajukan kerja sama ini, saya mengusulkan agar para investor tidak perlu mendirikan corporate university atau training center baru, melainkan dapat memanfaatkan dan mengoptimalkan satuan pendidikan yang sudah ada di Indonesia sebagai platform corporate university atau pusat pelatihan mereka dengan berinvestasi di lembaga-lembaga tersebut,” ujar Yudil.
Usulan inovatif Yudil mendapatkan sambutan positif dan antusias dari para investor. Mereka menunjukkan minat kuat untuk berkolaborasi dengan satuan pendidikan di Indonesia, dan para investor Tiongkok sepenuhnya mendukung usulan tersebut. Di samping itu, Yudil juga menekankan pentingnya memperkuat pembelajaran bahasa Mandarin di satuan pendidikan Indonesia.
Selain kerja sama U to U (universitas ke universitas) dalam bisnis, Yudil juga menawarkan program 2 + 2 untuk S1, yang memungkinkan mahasiswa Indonesia untuk menghabiskan 2 tahun di Indonesia, kemudian 2 tahun di Tiongkok. Tujuan dari program ini adalah untuk memberikan pembelajaran bahasa Mandarin selama 2 tahun di Indonesia sehingga pada tahun ke-3 saat kuliah di Tiongkok, para mahasiswa telah mampu berkomunikasi dalam bahasa Mandarin.
Tidak hanya itu, Yudil juga menawarkan program D3 dengan skema 1 + 1 + 1, yang meliputi 1 tahun studi di Indonesia, 1 tahun di Tiongkok, dan 1 tahun di Industri.
Diharapkan bahwa perpanjangan kerja sama pendidikan bahasa Mandarin antara Indonesia dan Tiongkok ini akan memperkuat hubungan bilateral kedua negara dalam bidang pendidikan bahasa Mandarin dan pendidikan Vokasi.
“Kerja sama ini juga berpotensi membuka peluang bagi terciptanya ahli teknologi bagi industri Tiongkok maupun industri Indonesia dan membawa manfaat positif bagi kedua belah pihak,” pungkas Atdikbud Yudil. (Atdikbud Tiongkok/Rayhan Parady, Editor: Seno Hartono)
Sumber :
Salah satu perjanjian yang menjadi sorotan adalah Nota Kesepahaman/Memorandum of Understanding (MoU) antara Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Indonesia (Kemendikbudristek) dengan Kementerian Pendidikan Tiongkok, terkait kerja sama di bidang pendidikan bahasa Mandarin.
MoU ini ditandatangani oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Indonesia (Mendikbudristek), Nadiem Makarim, dan Menteri Pendidikan Tiongkok, Huai Jinpeng. Penandatanganan akan dilakukan secara sirkuler, di mana kedua menteri akan berpartisipasi dari lokasi masing-masing.
Yudil Chatim, Atase Pendidikan dan Kebudayaan (Atdikbud) KBRI Beijing, mengungkapkan bahwa perjanjian kerja sama di bidang pendidikan Mandarin antara Indonesia dengan Tiongkok sudah berjalan sejak tahun 2013.
“Perjanjian ini merupakan perpanjangan dari kesepakatan yang pertama kali ditandatangani pada tahun 2013, dan kemudian diperbaharui sementara pada tahun 2018. Rencananya, perpanjangan akan dilakukan pada tahun 2020, namun dihadang oleh situasi pandemi,” ucap Yudil pada Selasa (25/7).
Salah satu aspek menarik dalam MoU ini adalah program kerja sama ‘Bahasa Mandarin + Pendidikan Vokasi’ (Zhongwen + Zhiye Jiaoyu). Program ini sejalan dengan visi Mendikbudristek yang mendorong program Merdeka Belajar dengan mengintegrasikan satuan pendidikan, termasuk pendidikan vokasi, dengan dunia usaha dan industri.
“Sebelum menjabat sebagai Atase Pendidikan dan Kebudayaan di Beijing, saya berada di Kemendikbudristek pada Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, dan saat itu saya mengetahui bahwa Tiongkok juga memberikan prioritas tinggi pada pendidikan vokasi dalam sistem pendidikannya,” ungkap Yudil.
Oleh karena itu, dalam setiap kesempatan mendampingi Duta Besar Indonesia untuk Tiongkok, Djauhari Oratmangun, Yudil senantiasa mempromosikan potensi pendidikan vokasi Indonesia kepada para investor Tiongkok, “hal ini guna menghadapi semakin banyaknya investasi perusahaan-perusahaan Tiongkok di Indonesia, maka dari itu saya selalu menawarkan kolaborasi dengan satuan pendidikan di Indonesia,” katanya.
Lebih lanjut, Yudil secara berulang kali menyampaikan kepada para investor bahwa Indonesia memiliki lebih dari 14.400 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan sekitar 4.000 perguruan tinggi, termasuk sekitar 2.200 perguruan tinggi vokasi.
“Dengan tekad untuk memajukan kerja sama ini, saya mengusulkan agar para investor tidak perlu mendirikan corporate university atau training center baru, melainkan dapat memanfaatkan dan mengoptimalkan satuan pendidikan yang sudah ada di Indonesia sebagai platform corporate university atau pusat pelatihan mereka dengan berinvestasi di lembaga-lembaga tersebut,” ujar Yudil.
Usulan inovatif Yudil mendapatkan sambutan positif dan antusias dari para investor. Mereka menunjukkan minat kuat untuk berkolaborasi dengan satuan pendidikan di Indonesia, dan para investor Tiongkok sepenuhnya mendukung usulan tersebut. Di samping itu, Yudil juga menekankan pentingnya memperkuat pembelajaran bahasa Mandarin di satuan pendidikan Indonesia.
Selain kerja sama U to U (universitas ke universitas) dalam bisnis, Yudil juga menawarkan program 2 + 2 untuk S1, yang memungkinkan mahasiswa Indonesia untuk menghabiskan 2 tahun di Indonesia, kemudian 2 tahun di Tiongkok. Tujuan dari program ini adalah untuk memberikan pembelajaran bahasa Mandarin selama 2 tahun di Indonesia sehingga pada tahun ke-3 saat kuliah di Tiongkok, para mahasiswa telah mampu berkomunikasi dalam bahasa Mandarin.
Tidak hanya itu, Yudil juga menawarkan program D3 dengan skema 1 + 1 + 1, yang meliputi 1 tahun studi di Indonesia, 1 tahun di Tiongkok, dan 1 tahun di Industri.
Diharapkan bahwa perpanjangan kerja sama pendidikan bahasa Mandarin antara Indonesia dan Tiongkok ini akan memperkuat hubungan bilateral kedua negara dalam bidang pendidikan bahasa Mandarin dan pendidikan Vokasi.
“Kerja sama ini juga berpotensi membuka peluang bagi terciptanya ahli teknologi bagi industri Tiongkok maupun industri Indonesia dan membawa manfaat positif bagi kedua belah pihak,” pungkas Atdikbud Yudil. (Atdikbud Tiongkok/Rayhan Parady, Editor: Seno Hartono)
Sumber :
Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 19 kali