Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan » Republik Indonesia
Bandung, Kemendikbudristek — Rai Nurfadillah atau yang biasa dipanggil Adil merupakan anak ketiga pasangan Dedi Supriyadi dan Diah Rodiah. Ia lahir di Bandung, 12 Juni 2009 menjadi piatu sejak Maret lalu.
Sebelum ibunya meninggal dunia, Adil sering tidak masuk sekolah karena harus bergantian dengan kakaknya menjaga ibunya yang sakit. Hingga pada suatu hari, kabar mengejutkan datang ketika ia sedang berada di sekolah. Ibu tercintanya telah berpulang untuk selama-lamanya.
Sejak saat itu, Adil tinggal bersama dua orang kakak dan dua orang adiknya. Jarak usia kakak beradik tersebut rata-rata empat tahun. Kakak laki-laki tertua, sudah lulus SMK, namun belum bekerja. Sedangkan kakak perempuannya sudah menikah dan suaminya bekerja di luar kota. Kakaknya tersebut tidak melanjutkan sekolah formal dan sekarang sedang mengikuti pendidikan Paket C.
Adik pertama Adil, bersekolah kelas 3 Sekolah Dasar (SD). Adik bungsunya berusia dua tahun dan tinggal bersama kakak perempuan Adil. Setelah sang ibu meninggal dunia, kakak perempuannya tinggal bersama untuk merawat adik-adiknya. Adapun ayah Adil harus bekerja di Lembang dan hanya bisa pulang seminggu sekali.
Adil termasuk anak yang pendiam, tergambar dalam aktivitasnya di sekolah yang tidak banyak bicara dan bertingkah. Hal ini senada dengan penuturan kakak perempuannya yang mengatakan bahwa Adil adalah anak yang cenderung pemalu. Meskipun begitu, Adil bukan remaja yang menutup diri, ia masih menyempatkan mengaji selepas magrib di masjid dekat rumahnya. Adil juga menyukai olah raga, ia memiliki hobi bermain bola dan mengikuti ekstrakurikuler volley ball.
Untuk kehidupan sehari-hari, Adil dan saudaranya mengandalkan uang kiriman ayahnya dan saudara iparnya yang bekerja di Serang, Banten. Menurut pengakuan Adil, terkadang uang kiriman tersebut tidak cukup untuk sehari-hari, yang tidak jarang membuat Adil tidak memiliki uang saku untuk sekolah.
Biasanya, kakak perempuan Adil memberikan uang saku sebesar sepuluh ribu rupiah untuk Adil setiap harinya. Namun, jika tidak tersisa uang untuk Adil, kakak perempuannya akan menyiapkan makanan dengan nasi yang lebih banyak. Sehingga, meskipun tidak memiliki uang saku, Adil tetap pergi ke sekolah. “Makan yang banyak sampai kenyang, dan juga membawa bekal makanan ke sekolah,“ kata Adil.
Saat ini Adil duduk di bangku kelas tiga SMP Negeri 1 Pasir Jambu, Bandung. Sekolah Adil saat ini memfasilitasi bantuan pemerintah termasuk Program Indonesia Pintar (PIP). Adil termasuk penerima PIP di sekolah tersebut dan telah menjadi penerima manfaat sejak duduk di sekolah dasar.
Dengan jujur, Adil berkata senang mendapatkan bantuan PIP karena dapat membantu memenuhi kebutuhan sekolah dan keperluan keluarganya. “Dulu, biasanya Ibu yang atur uang PIP. Biasanya buat beli sepatu, alat tulis, tas, menyicil seragam sekolah, dan uang jajan,” kenang Adil.
“Ibu bilang untuk terus semangat sekolah dan menyelesaikan sekolah hingga akhir,” tambahnya.
Ayahnya juga berharap melalui program PIP, Adil dapat terus melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. “Semoga melalui PIP, Adil bisa lanjut sekolah dan mencapai cita-citanya,” harap Dedi.
Semangat Adil dalam menggapai cita-citanya meningkat karena ia tahu bahwa manfaat penerima PIP ini, salah satunya akan dapat meneruskan ke jenjang selanjutnya (SMA dan Perguruan Tinggi) melalui jalur afirmasi dan mendapat keistimewaan, seperti keringanan biaya.
Adil bercita-cita untuk menjadi “Bos Muda”, pengusaha yang sukses. Ia terinspirasi dari orang-orang yang sukses, memiliki usaha bahkan yang dapat membuka peluang usaha. Menurutnya, menjadi pengusaha dapat membantu perekonomian keluarganya dan memiliki keleluasaan untuk berbagi dengan sesama yang membutuhkan. “Saat ini saya dibantu, nanti saya akan membantu,” ujar Adil penuh keyakinan di tengah guyuran hujan yang menambah keharuan perbincangan sore itu. (Devy Putri P./ Editor: Denty A.)
Sumber :
Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 41 kali