Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan » Republik Indonesia
Semarang
, Kemendikbudristek – Masih banyak anggapan bahwa Peguruan Tinggi Negeri (PTN) menerima banyak mahasiswa sehingga mengurangi jumlah mahasiswa di Peguruan Tinggi Swasta (PTS). Pandangan ini juga mengemuka pada Kunjungan Kerja Reses Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pada Masa Reses Persidangan I Tahun Sidang 2023–2024 di Kantor Walikota Semarang, Rabu (4/10).Menanggapi hal tersebut, Direktur Kelembagaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Lukman, menyampaikan berdasarkan data di Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti), penambahan mahasiswa di PTN hanya sekitar 3% sampai 5%.
“Terkait pendaftaran yang seolah dibuka berkali-kali, hal itu karena belum terpenuhinya kuota dari perguruan tinggi tersebut, bukan penambahan formasi jumlah mahasiswanya,” ucap Lukman pada acara Kunjungan Kerja Reses Komisi X tersebut.
Lukman menambahkan, terkait masalah waktu pendaftaran mahasiswa baru, setiap perguruan tinggi diberikan kebebasan untuk jalur mandiri, berbeda dengan Ujian Tertulis Berbasis Komputer (UTBK). “Namun ini pun juga ada batas waktunya, seperti di tahun ini batas waktunya pada tanggal 15 Agustus 2023,” terang Lukman.
Lukman meyakinkan bahwa PTN tidak bisa semaunya menambah jumlah mahasiswa, karena ada rasio dosen dan mahasiswa. Bila perguruan tinggi semena-mena menerima mahasiswa sebanyak-banyaknya, maka akan berpengaruh kepada akreditasinya. “PTN boleh menambah mahasiswa, ketika dosen ditambah dan sarana prasarana juga ditambah,” jelas Lukman.
Lukman menjamin tidak akan drastis penambahan jumlah mahasiwa di PTN, dan ini dapat dicek di PDDikti. “Jadi tidak perlu khawatir perguruan tinggi negeri ini akan menjadi kapal keruh, karena perguruan tinggi negeri punya formasi, kuota, dan standar penilaian,” tegas Lukman.
Lukman juga menyampaikan apresiasi atas masukan dari anggota komisi X maupun pemangku kepentingan lain yang hadir pada kunjungan kerja komisi X ini. Lukman menyampaikan bahwa Kemendikbudristek terus melakukan perbaikan kebijakan maupun layanan sesuai peraturan yang berlaku.
Pada kesempatan yang sama, Sofyan Tan, Anggota Komisi X DPR RI yang merupakan ketua rombongan tim kunjungan kerja, mengatakan bahwa jumlah sarjana akan terus ditingkatkan di Indonesia. Untuk mencapai hal ini, pemerintah termasuk Komisi X, terus mendorong meningkatnya lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)/sederajat, yang menjadi salah satu syarat untuk berkuliah. Oleh sebab itu, anggaran Program Indonesia Pintar (PIP) pada tahun 2024 akan ditingkatkan.
Dengan adanya peningkatan anggaran PIP ini, peluang peserta didik untuk tamat SMA/SMK/sederajat akan lebih besar. Selanjutnya Kartu Indonesia Pintar Kuliah juga akan ditingkatkan, sehingga anak-anak yang kurang mampu juga semakin banyak yang bisa berkuliah.
“Dari segi pengawasan, Komisi X mendesak meningkatkan pemerataan dan akses pendidikan tinggi, dan berfokus kepada peningkatan kualitas perguruan tinggi, baik terhadap PTN maupun PTS,” ujar Sofyan Tan.
Komisi X, tambah Sofyan Tan, turut meminta Kemendikbudristek untuk melakukan penataan PTS agar menjadi lebih sehat dan berkualitas melalui kebijakan penyatuan/penggabungan PTS. “PTS yang jumlah mahasiswanya kecil dan tidak aktif, itu dilebur, agar jumlahnya tidak terlalu banyak, sehingga lebih sehat dan perhatian pemerintah akan lebih baik,” lanjutnya selaku ketua rombongan tim kunjungan kerja ini.
Sementara itu, Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang sangat mendukung kebijakan Kemendikbudristek, khususnya terkait kebijakan Merdeka Belajar. Iswar Aminuddin, Sekretaris Daerah Kota Semarang, menyampaikan bahwa dari 503 Sekolah Dasar (SD) negeri dan swasta yang ada di kota Semarang, semua dapat mengimplementasikan Kurikulum Merdeka, dengan rincian sepuluh sekolah Mandiri Belajar, 478 sekolah Mandiri Berubah, dan 15 Sekolah Mandiri Berbagi.
“Dari 503 SD tersebut semuanya telah mengikuti Asesmen Nasional, kecuali tiga sekolah karena merupakan penyelenggara inklusi,” ungkap Iswar.
Walikota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu, menerangkan Pemkot Semarang melalui Dinas Pendidikan Kota Semarang juga memiliki unit yang bernama Rumah Duta Revolusi Mental (RMDK). RMDK yang dipimpin oleh psikolog ini memiliki program, salah salah satunya adalah “GEBER SEPTI” untuk pencegahan dan penanganan perundungan (bullying).
Selain itu, guru-guru di Kota Semarang juga diberikan edukasi agar mencegah terjadinya perundungan di lingkungan satuan pendidikan di Kota Semarang. “Rumah Duta Revolusi Mental ini kami buat untuk program-program mengenai konseling, tidak hanya untuk bullying namun juga KDRT dan sebagainya,” tutup Hevearita.
Pembentukan RMDK untuk mencegah tindak perundungan di lingkungan sekolah ini, juga sejalan dengan kebijakan Kemendikbudristek yang telah mengeluarkan Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan yang diluncurkan sebagai Merdeka Belajar Episode ke-25. (Anang Kusuma, Editor: Rayhan/Denty)
Sumber :
Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 68 kali