Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan » Republik Indonesia
Darwin, Kemendikdasmen –
Duta Besar (Dubes) RI untuk Australia menjadi pembicara kunci dalam “Third Understanding Indonesia Conference: Indonesia and its relationship with its neighbours”, yang diselenggarakan oleh Charles Darwin University pada Kamis (5/12). Konferensi yang berlangsung di Lecture Theatre Building Blue CDU ini dihadiri oleh peserta yang terdiri dari dosen, peneliti, mahasiswa, anggota parlemen, perwakilan pemerintah, dan perwakilan bisnis di Australia.Dalam kesempatan tersebut Dubes RI, Siswo Pramono, menyampaikan paparan berjudul “Northern Territory-Indonesia Collaboration on the Development of Critical Industries”. Dalam paparannya, Dubes Siswo menekankan pentingnya kerja sama antara Indonesia dan negara tetangga, baik dengan negara-negara ASEAN maupun dengan Australia. Menurut Siswo, Indonesia tidak ingin terjebak dalam posisi negara berpenghasilan menengah.
“Indonesia ingin sejahtera dan menjadi negara maju. Oleh karena itu, Indonesia ingin meningkatkan daya saing nasional dengan meningkatkan kerja sama, salah satunya dengan Australia, khususnya dalam bidang pendidikan dan isu-isu pembangunan berkelanjutan,” jelas Siswo. Selama ini, Dubes Siswo memandang Australia sebagai negara yang memiliki kualitas pendidikan yang baik, sehingga sangat tepat jika Indonesia dan Australia bisa terus meningkatkan kerja sama dalam bidang pendidikan.
Selain bidang pendidikan, Indonesia dan Australia juga perlu meningkatkan kerja sama dalam isu-isu pembangunan berkelanjutan, seperti transisi energi. Kerja sama tersebut sangat dimungkinkan mengingat saat ini pemerintah kedua negara memiliki agenda yang sama dalam hal transisi energi.
Dalam catatan Atase Pendidikan dan Kebudayaan (Atdikbud) KBRI Canberra, Mukhamad Najib, kerja sama pendidikan Indonesia-Australia mengalami peningkatan yang nyata dalam tiga tahun terakhir. Jumlah mahasiswa Indonesia yang kuliah di Australia juga mengalami lonjakan dari sekitar 13 ribu pada tahun 2021 menjadi hampir 24 ribu pada tahun 2024.
“Jumlah perjanjian dan implementasi kerja sama antara universitas di Indonesia dan Australia mengalami peningkatan yang nyata dalam tiga tahun terakhir. Jumlah universitas maupun fakultas yang melakukan kerja sama double degree juga meningkat. Dengan semakin banyak mahasiswa Indonesia yang dapat kuliah di kampus-kampus kelas dunia di Australia, hal ini memberi peluang bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia pada masa depan,” jelas Atdikbud Najib.
Sementara itu, ketua panitia konferensi yang juga dosen Charles Darwin University, Nathan Franklin, mengatakan bahwa saat ini Indonesia tengah memasuki era baru sebagai kekuatan regional. Oleh karena itu, sangat penting bagi Australia untuk meningkatkan pemahamannya mengenai Indonesia dan menentukan arah hubungannya pada masa depan. Konferensi ini dimaksudkan untuk lebih memahami lagi Indonesia hari ini dan apa yang mungkin terjadi dalam lima tahun ke depan.
Beberapa tema yang dibahas dalam konferensi ini antara lain tentang kebijakan luar negeri Indonesia di era Prabowo, Peran Strategis Indonesia Timur, Hubungan Malaysia`s Borneo dengan Indonesia, dan hubungan bilateral Australia-Indonesia dari perspektif Northern Australia. Konferensi ini juga mendiskusikan apa yang dapat dilakukan pemerintah Darwin dengan wilayah Indonesia Timur yang semakin berkembang.
Konferensi ini menghadirkan pembicara dari berbagai wilayah, baik dari Australia maupun negara lain. Dari Australia hadir sebagai pembicara Associate Professor Steven Farram, Peter Lily, dan Dr. Franklin yang merupakan akademisi di Charles Darwin University. Turut hadir dalam konferensi ini Kate Heelan, Presiden Australian Institute of International Affairs dan Dr. Kate Goleblowska yang bertindak sebagai panel chair.
Dari luar Australia hadir sebagai pembicara antara lain Professor Briget Welsh dari University of Nottingham Malaysia, Dr. Alexander dari Nanyang Technological University, Singapura, Dr. Mica Barreto Soares dari Universidade Nasional Timor Lorosa’e, Timor Leste, Professor Tirka Widanti dari Universitas Ngurah Rai, dan Dr. Yanwar Nugroho dari Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara. (Mukhammad Najib, Aline / Editor: Stephanie, Denty)