Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan » Republik Indonesia
Bali, Sanur, Kemendikbudristek – Para delegasi Gateways Study Visit Indonesia 2024 yang berasal dari 20 negara hari ini bertolak menuju negara asal mereka pada Jumat (4/10) dengan membawa segudang pengalaman dan pembelajaran. Secara khusus, apa yang terjadi selama tiga hari di Bali meninggalkan kesan mendalam.
Hadir pula delegasi Mesir yang sebelumnya menjadi tuan rumah pertama untuk Gateways Study Visit pada Mei 2024, yang juga menyampaikan kesan selama tiga hari kegiatan di Indonesia.
“Saya sangat terkesan melihat bagaimana Indonesia mengelola transformasi. Saya belajar bahwa dengan semangat dan tujuan yang jelas, ketika kita melangkah menuju impian kita dan berkolaborasi dengan semua pihak di dalam ekosistem, kita benar-benar bisa mencapainya. Perubahan yang kita lakukan harus bersifat sustainable dan berdampak luas, serta yang paling penting, tidak ada yang tertinggal. Dari kunjungan ini, saya belajar banyak dan menikmatinya. Kunjungan ini benar-benar tidak hanya mengisi pikiran, tetapi juga menyentuh hati, menghadirkan rasa persatuan, keberagaman, dan kemanusiaan di atas segalanya,” ujar Delegasi Mesir, Prof. Gina Samy Abdelhakim Elfek di Sanur, Bali, Jumat (4/10).
Transformasi yang terjadi di Indonesia melalui payung Merdeka Belajar mendapatkan perhatian dari dua negara yang terkenal akan sistem pendidikannya, Finlandia dan Singapura.
Delegasi Finlandia, Julia Janina Peho, mengatakan, “Saya belajar bahwa semuanya berawal dari proses learning by doing. Kita tidak perlu menunggu segalanya sempurna atau siap sepenuhnya—kita hanya perlu memulai. Transformasi di sektor teknologi di Indonesia sungguh luar biasa. Bahkan dalam waktu dua tahun saja, mereka sudah memiliki sumber daya yang mengagumkan.”
“Pelajaran terbesar yang saya dapat adalah pentingnya menaruh fokus pada manusia. Teknologi hanyalah alat bantu, bukan tujuan akhir. Fokus kita seharusnya pada orang-orang—guru, pemimpin sekolah, dan pemerintah daerah—untuk meningkatkan kapasitas mereka, sehingga bisa mengubah perilaku dan sistem pendidikan yang lebih inklusif bagi semua. Kita juga perlu membimbing anak-anak agar berhasil dalam hidup, bukan hanya untuk jangka pendek, tetapi demi menciptakan perubahan jangka panjang yang berkelanjutan dan bermakna,” tutup Delegasi Singapura, Tay Hsien Chuan Kelvin.