Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan » Republik Indonesia
Kabupaten Klaten, Kemendikdasmen – Hari Wayang Nasional yang ditetapkan pemerintah merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2018, diperingati setiap tanggal 7 November. Peringatan ini menjadi momentum penting dalam pelestarian wayang sebagai Warisan Budaya Takbenda atau Intangible Cultural Heritage (ICH) pada tahun 2008.
Tak kenal maka tak sayang. Pepatah itu menjadi gambaran bahwa pelestarian wayang sejatinya menitikberatkan pada upaya untuk mempelajari wayang itu sendiri. Sebagaimana yang diungkapkan Direktur UNESCO Office Jakarta, Makki Katsuno Hayashikawa. “Hari ini adalah hari yang istimewa, memungkinkan saya untuk benar-benar tenggelam dalam budaya Indonesia yang kaya dan semarak, tidak hanya menikmati visual dan suara, tetapi juga belajar tentang filosofi dan sejarah Wayang dan Gamelan,” ujarnya sesaat setelah menyaksikan pertunjukan wayang di Dukuh Pandanan, Desa Soropaten, Kecamatan Karangnom, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah, Kamis (7/11).
Menurutnya, suatu kehormatan dapat bergabung di tengah masyarakat menyaksikan Pertunjukan Wayang Kulit dalam memperingati Hari Nasional Wayang 2024.
Wayang telah diinskripsi oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda pada tahun 2008. Hal ini dikatakan Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU), Itje Chodidjah, bukan hanya sekadar pengakuan namun juga berisi tanggung jawab untuk melestarikan dan mengembangkan seni wayang agar tetap hidup di tengah masyarakat. “UNESCO mencatat karena wayang ini memiliki nilai luhur untuk kehidupan manusia, itulah kenapa kita perlu melestarikan,” katanya.
Itje menambahkan, wayang tidak hanya digunakan sebagai media pertunjukan namun juga sebagai media pendidikan dan penyampaian nilai-nilai moral. Wayang telah menjadi bagian integral identitas budaya kita dan terus berperan dalam menyampaikan cerita-cerita yang mendidik dan menghibur.
Rombongan KNIU Jajal Pengalaman Seru Belajar Seni Wayang dan Gamelan
Direktur UNESCO Office Jakarta, Makki Katsuno Hayashikawa, berterima kasih atas keramahtamahan masyarakat Klaten. “Saya banyak belajar tentang gamelan dan wayang termasuk (memahami) bagaimana kedua menjadi warisan budaya takbenda. Ini pengalaman yang unik di mana saya bisa berkunjung langsung ke tempat pembuatannya. Dengan demikian saya tahu dan dapat mengalami langsung bagaimana budaya ini dibangun dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan seperti pemerintah daerah, generasi muda, komunitas masyarakat, sehingga tradisi ini bisa diwariskan secara turun temurun ke generasi berikutnya,” terang Makki.
Baginya penting untuk tahu asal muasal Wayang dan bagaimana instrumennya dibuat. Sekarang saya tahu bagaimana prosesnya sehingga saya lebih menghargainya karena ini berangkat dari proses yang sangat panjang di mana banyak orang yang terlibat di setiap tahapannya untuk berkomitmen dan mendedikasikan hidupnya guna melestarikan tradisi,” ungkapnya penuh antusias.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Harian KNIU, Itje Chodidjah mengungkap, “Selama ini kita mengenal wayang dalam bentuk barang jadi lalu menonton wayang dalam sebuah pertunjukan namun proses di balik itu sampai jadi suatu pertunjukan wayang, sangat kompleks, melibatkan banyak orang, keterampilan dan nilai,” terangnya.
Menurutnya, orang-orang yang terlibat dalam sebuah pertunjukan wayang, tidak akan bisa menghasilkan sosok wayang yang bagus apabila tidak mengerjakannya dengan hati. “Hal itulah yang membuat bertambah tinggi perhormatan kami terhadap wayang,” imbuhnya.
Oleh karena itu kata Itje, KNIU berkunjung ke Klaten karena di sini terdapat akar budaya yang kuat, terbukti dengan adanya Desa Sidowarno ini. “Kami mengajak masyarakat untuk menjaga warisan budaya takbenda yang sudah diinskripsi UNESCO ini. Kita sebagai bangsa yang memiliki tradisi itu, harus menunjukkan upaya yang lebih daripada orang lain untuk menjaga kelestarian Wayang ini,” tegasnya.
Sebelumnya, rombongan berkunjung ke Desa Mayungan, tempat pembuatan kerajinan Gamelan. Di sana seluruh peserta menyaksikan secara langsung proses pembuatan Gamelan, berbincang dengan para pengrajin, hingga mencoba pengalaman memainkan Gamelan. Lalu, malam harinya, seluruh peserta menyaksikan pertunjukan Wayang dengan lakon “Begawan Ciptaning”, dipimpin oleh Dalang Bagong Darmono di Dukuh Pandanan, Desa Soropaten, Kecamatan Karangnom, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah.
Begawan Ciptaning adalah simbol seseorang yang sedang berusaha untuk mencapai kesempurnaan hidup sehingga dapat menyatu dengan sang pencipta. “Bagaimana seseorang itu mendekatkan diri kepada Tuhan YME meski di tengah berbagai godaan dan cobaan dalam hidup. Lakon ini mengajarkan kita sebagai manusia untuk selalu mengusahakan yang terbaik, menghilangkan rasa iri, dan dengki,” jelas Kepala Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, dan Olahraga, dan Pariwisata Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Sri Nugroho menerangkan makna lakon.
Tak kenal maka tak sayang. Pepatah itu menjadi gambaran bahwa pelestarian wayang sejatinya menitikberatkan pada upaya untuk mempelajari wayang itu sendiri. Sebagaimana yang diungkapkan Direktur UNESCO Office Jakarta, Makki Katsuno Hayashikawa. “Hari ini adalah hari yang istimewa, memungkinkan saya untuk benar-benar tenggelam dalam budaya Indonesia yang kaya dan semarak, tidak hanya menikmati visual dan suara, tetapi juga belajar tentang filosofi dan sejarah Wayang dan Gamelan,” ujarnya sesaat setelah menyaksikan pertunjukan wayang di Dukuh Pandanan, Desa Soropaten, Kecamatan Karangnom, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah, Kamis (7/11).
Menurutnya, suatu kehormatan dapat bergabung di tengah masyarakat menyaksikan Pertunjukan Wayang Kulit dalam memperingati Hari Nasional Wayang 2024.
Wayang telah diinskripsi oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda pada tahun 2008. Hal ini dikatakan Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU), Itje Chodidjah, bukan hanya sekadar pengakuan namun juga berisi tanggung jawab untuk melestarikan dan mengembangkan seni wayang agar tetap hidup di tengah masyarakat. “UNESCO mencatat karena wayang ini memiliki nilai luhur untuk kehidupan manusia, itulah kenapa kita perlu melestarikan,” katanya.
Itje menambahkan, wayang tidak hanya digunakan sebagai media pertunjukan namun juga sebagai media pendidikan dan penyampaian nilai-nilai moral. Wayang telah menjadi bagian integral identitas budaya kita dan terus berperan dalam menyampaikan cerita-cerita yang mendidik dan menghibur.
Rombongan KNIU Jajal Pengalaman Seru Belajar Seni Wayang dan Gamelan
Direktur UNESCO Office Jakarta, Makki Katsuno Hayashikawa, berterima kasih atas keramahtamahan masyarakat Klaten. “Saya banyak belajar tentang gamelan dan wayang termasuk (memahami) bagaimana kedua menjadi warisan budaya takbenda. Ini pengalaman yang unik di mana saya bisa berkunjung langsung ke tempat pembuatannya. Dengan demikian saya tahu dan dapat mengalami langsung bagaimana budaya ini dibangun dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan seperti pemerintah daerah, generasi muda, komunitas masyarakat, sehingga tradisi ini bisa diwariskan secara turun temurun ke generasi berikutnya,” terang Makki.
Baginya penting untuk tahu asal muasal Wayang dan bagaimana instrumennya dibuat. Sekarang saya tahu bagaimana prosesnya sehingga saya lebih menghargainya karena ini berangkat dari proses yang sangat panjang di mana banyak orang yang terlibat di setiap tahapannya untuk berkomitmen dan mendedikasikan hidupnya guna melestarikan tradisi,” ungkapnya penuh antusias.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Harian KNIU, Itje Chodidjah mengungkap, “Selama ini kita mengenal wayang dalam bentuk barang jadi lalu menonton wayang dalam sebuah pertunjukan namun proses di balik itu sampai jadi suatu pertunjukan wayang, sangat kompleks, melibatkan banyak orang, keterampilan dan nilai,” terangnya.
Menurutnya, orang-orang yang terlibat dalam sebuah pertunjukan wayang, tidak akan bisa menghasilkan sosok wayang yang bagus apabila tidak mengerjakannya dengan hati. “Hal itulah yang membuat bertambah tinggi perhormatan kami terhadap wayang,” imbuhnya.
Oleh karena itu kata Itje, KNIU berkunjung ke Klaten karena di sini terdapat akar budaya yang kuat, terbukti dengan adanya Desa Sidowarno ini. “Kami mengajak masyarakat untuk menjaga warisan budaya takbenda yang sudah diinskripsi UNESCO ini. Kita sebagai bangsa yang memiliki tradisi itu, harus menunjukkan upaya yang lebih daripada orang lain untuk menjaga kelestarian Wayang ini,” tegasnya.
Sebelumnya, rombongan berkunjung ke Desa Mayungan, tempat pembuatan kerajinan Gamelan. Di sana seluruh peserta menyaksikan secara langsung proses pembuatan Gamelan, berbincang dengan para pengrajin, hingga mencoba pengalaman memainkan Gamelan. Lalu, malam harinya, seluruh peserta menyaksikan pertunjukan Wayang dengan lakon “Begawan Ciptaning”, dipimpin oleh Dalang Bagong Darmono di Dukuh Pandanan, Desa Soropaten, Kecamatan Karangnom, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah.
Begawan Ciptaning adalah simbol seseorang yang sedang berusaha untuk mencapai kesempurnaan hidup sehingga dapat menyatu dengan sang pencipta. “Bagaimana seseorang itu mendekatkan diri kepada Tuhan YME meski di tengah berbagai godaan dan cobaan dalam hidup. Lakon ini mengajarkan kita sebagai manusia untuk selalu mengusahakan yang terbaik, menghilangkan rasa iri, dan dengki,” jelas Kepala Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, dan Olahraga, dan Pariwisata Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Sri Nugroho menerangkan makna lakon.
Dalam rangka pegelaran wayang kulit hadir pula Staf Ahli Bupati, Sutopo, yang membacakan sambutan Bupati Klaten, Sri Mulyani; Kepala Dinas; Kepala Desa se-Kecamatan Karanganom; dan unsur pemerintah desa.*** (Penulis: Denty A.)