Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan » Republik Indonesia
Yogyakarta,
Kemendikbudristek — Para pakar dari Asia Tenggara yang tergabung dalam Dewan Wali Amanat Southeast Asia Ministers of Education (SEAMEO) Regional Centre for Food and Nutrition (RECFON) memaparkan praktik baik dan pembelajaran pelaksanaan program pemberian makan siang dalam “International Seminar on School Lunch Programmes in Southeast Asia: Best Practices and Lessons”, yang diselenggarakan oleh Universitas Ahmad Dahlan berkolaborasi dengan SEAMEO RECFON, Kamis (26/9).Seminar ini menghadirkan unsur pemerintah, praktisi, akademisi dari bidang gizi dan kesehatan, dan pengelola sekolah untuk membahas isu penting terkait permasalahan gizi pada anak-anak. Dibahas pula peran program makan siang di sekolah dalam meningkatkan status kesehatan dan pendidikan anak-anak di Asia Tenggara.
“Kita dihadapkan pada masalah mendesak terkait malnutrisi anak yang tetap menjadi tantangan besar di wilayah kita,” ungkap Direktur SEAMEO RECFON, Herqutanto mengawali sambutannya.
Herqutanto menambahkan bahwa program ini sangat penting bagi anak-anak, terutama dari latar belakang kurang mampu, untuk memastikan mereka mendapatkan nutrisi esensial yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan keberhasilan akademik. “Oleh karena itu, program makan siang sekolah merupakan intervensi penting yang tidak hanya mendukung kesehatan anak-anak, tetapi juga meningkatkan hasil pendidikan mereka,” urainya.
Selanjutnya, Rektor Universitas Ahmad Dahlan, Muchlas, turut menuturkan pentingnya penyelenggaraan seminar internasional yang bekerja sama dengan SEAMEO RECFON ini. “Program Makan Siang Sekolah akan menjadi program baru pemerintah Indonesia mendatang. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mempelajari praktik-praktik terbaik dari program serupa di Asia Tenggara,” ujarnya.
Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Ahmad Dahlan, Rosidah, menyampaikan apresiasi atas terselenggaranya seminar internasional bersama dengan SEAMEO RECFON, “Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah bekerja keras mewujudkan konferensi ini, dan kepada semua peserta, silakan menikmati konferensi ini,” ucapnya.
Seminar ini menghadirkan empat pembicara yaitu 1) perwakilan dari Kementerian Kesehatan Kamboja, Huy Meng Hut; 2) perwakilan dari National University of Singapore, Mary Chong; 3) perwakilan dari Kementerian Pendidikan Filipina, Dexter Galban; serta 4) perwakilan dari Universitas Ahmad Dahlan, M. Ridwan Ansari yang memberikan wawasan tentang keberhasilan dan tantangan dari program makan siang di sekolah dari masing-masing negara. Program ini dianggap sebagai intervensi penting untuk mengatasi masalah gizi pada anak-anak, terutama di daerah marginal.
Mengawali sesi berbagi praktik baik, Huy Meng Hut, menceritakan tentang bagaimana Kamboja memanfaatkan kemitraan publik dan swasta untuk memperluas jangkauan program makan siang di sekolah. “Kebijakan Nasional Kesehatan Sekolah di Kamboja mendorong kolaborasi dengan lembaga non pemerintah dan pemangku kepentingan sektor swasta melalui koordinasi dari Komite Antarkementerian Kesehatan Sekolah. Pendekatan ini sangat penting untuk memastikan keberlanjutan inisiatif program makan siang sekolah di Kamboja, terutama di daerah pedalaman di mana sumber daya terbatas,” ungkap Huy Meng Hut.
Hut juga menjelaskan bahwa terdapat 6 faktor kunci keberhasilan pelaksanaan program kesehatan di sekolah, antara lain program kesehatan sekolah harus memiliki perencanaan dan asesmen kebutuhan yang benar. Melalui asesmen kebutuhan, pemerintah dapat mengidentifikasi kesenjangan/masalah gizi yang ada pada populasi target.
Partisipasi masyarakat juga dibutuhkan dengan melibatkan masyarakat lokal dalam seluruh tahapan implementasi program. Kantin sekolah atau katering harus mematuhi keamanan pangan yang tepat dan standar kebersihan sepanjang pelaksanaan program, yang bertujuan untuk mengkonfirmasi bahwa keamanan makanan dan kebersihan diperhitungkan dan disesuaikan dengan standar keamanan makanan.
Perencanaan menu dan pengadaan pembelajaran yang dapat diambil dari program kesehatan sekolah di Kamboja. Melalui pemanfaatan bahan pangan lokal yang melimpah, adanya resep lokal yang turun-temurun, serta menu yang beragam dan selaras dengan budaya setempat menjadi praktik baik yang dapat diaplikasikan.
Sumber daya manusia merupakan faktor penting, oleh karena itu peningkatan kapasitas dan pelatihan bagi pengolah makanan, guru, dan anggota masyarakat menjadi hal penting untuk mendukung capaian yang optimal dalam implementasi program kesehatan sekolah. Terakhir, pemantauan dan evaluasi secara berkala terkait dampak program dibutuhkan untuk mengidentifikasi area yang perlu ditingkatkan.
Selanjutnya, Mary Chong menekankan penggunaan teknologi dalam manajemen program makanan sehat di sekolah di Singapura. “Program Makanan Sehat di Sekolah di Singapura dimulai pada tahun 2011 untuk meningkatkan kualitas makanan dan camilan yang diberikan kepada anak-anak sekolah dan terus berkembang selama bertahun-tahun,” urainya.
Di Singapura, siswa menghabiskan separuh hari mereka di sekolah. Oleh karena itu, penting untuk membiasakan siswa agar mengonsumsi makanan sehat di sekolah. Dengan inisiatif tersebut, para siswa kini didorong untuk membeli atau mengonsumsi makanan bergizi dan beragam. “Saya pikir sekolah juga memainkan peranan yang sangat penting dalam mendidik dan memperkuat pola makan sehat,” kata Chong.
Filipina, sebagaimana disampaikan oleh Dexter Galban, membahas terkait keberhasilan dalam menurunkan prevalensi wasting/kurus pada anak/siswa, “Sebagai bagian dari komitmen kami untuk memperbaiki status gizi siswa, Departemen Pendidikan telah mencapai kemajuan signifikan dalam mengurangi angka sangat kurus (severe wasting) di kalangan peserta didik, dari 29% menjadi 7%, dan kurus (wasting) dari 68,81% menjadi 22%, melalui program pemberian makan berbasis sekolah.”
“Dengan memperpanjang program ini menjadi 120 hari dan mengintegrasikan inisiatif seperti pemberian makan untuk anak TK secara universal, kebun sekolah, serta kemitraan dengan petani lokal, kami tidak hanya meningkatkan kesehatan dan energi peserta didik, tetapi juga membangun sistem pangan yang berkelanjutan untuk masa depan,” ungkap Dexter seraya berharap di tahun ajaran 2024-2025 akan ada lonjakan signifikan dalam hal kinerja serta pengurangan kekurusan akut dan kekurusan akut berat secara bersamaan.
Dari program pemberian makanan berbasis sekolah, terdapat umpan balik positif yang diterima dari para siswa. Mereka melaporkan bahwa mereka merasa lebih energik, mengalami peningkatan berat badan, dan kondisi tubuh mereka membaik di antara banyak manfaat lainnya.
Kemudian, M. Ridwan Ansari, fokus pada tantangan yang dihadapi pada pelaksanaan program makan siang sekolah di Yogyakarta. Ridwan menyampaikan pentingnya pengelolaan program nasional makan siang di Indonesia yang baik untuk memastikan distribusi yang tepat sasaran, penyediaan makanan yang seimbang, aman, dan mendukung kesejahteraan siswa.
“Pemangku kebijakan perlu memperhatikan penguatan pada rantai pasokan, termasuk infrastruktur dan peningkatan kapasitas bagi pengelola makanan di sekolah, serta pelatihan keamanan pangan untuk mendukung keberhasilan Program Nasional Makan Siang di Sekolah,” urai Ridwan.
Dalam presentasinya, Ridwan juga menjelaskan data tentang pengalaman Program Makan Siang Sekolah (School Lunch Program/SLP), yang menunjukkan bahwa 43,5% sekolah bergantung pada layanan katering. Umumnya, sekolah-sekolah meninjau menu terlebih dahulu, dan 52,2% sekolah membutuhkan waktu kurang dari dua jam untuk persiapan makanan, dengan waktu tambahan 1 s.d. 2 jam sebelum makanan siap untuk didistribusikan.
“Sebagian besar sekolah menggunakan sistem distribusi terpusat di mana siswa mengambil makanan mereka secara individual, dan waktu makan siang biasanya berlangsung antara 30 hingga 60 menit. Program Makan Siang Sekolah dan Pendidikan Gizi yang dilakukan dapat meningkatkan pengetahuan, sikap, dan praktik, asupan gizi, serta mengurangi prevalensi anemia, tetapi tidak untuk status gizi,” pungkas Ridwan. (Unit Manajemen Pengetahuan dan Dukungan Kebijakan SEAMEO RECFON / Editor: Andrew Fangidae, Stephanie, Denty A., Seno Hartono)
Sumber :
Penulis : Pengelola Siaran Pers
Editor :
Dilihat 72 kali