Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan » Republik Indonesia
Lhokseumawe, Kemendikbudristek
– Safriani, guru SD Negeri 7 Syamtalira Aron, tinggal di Aceh Utara. Meskipun berasal dari keluarga dengan latar belakang ekonomi kurang mampu, ia memiliki cita-cita luhur menjadi guru. Inspirasi terbesarnya muncul saat ia melihat kakak kandungnya yang telah lebih dulu menjadi guru sekolah dasar. Beranjak dewasa, keinginannya menjadi guru terus bertambah karena terinspirasi dari guru SMA idolanya yang senantiasa mengamalkan nilai-nilai kejujuran, kedisiplian, tanggung jawab, dan dekat dengan peserta didik.“Semenjak itu saya memiliki tekad menjadi seorang guru seperti beliau, guru yang dirindukan oleh peserta didiknya,” kenang Safriani.
Di balik keceriaannya saat bersama anak-anak didik di sekolah, Safriani memiliki kenangan mendalam tentang pembelajaran hidup yang menempa mentalnya sejak kecil. Berbagai kejadian pahit yang ia rasakan sejak kecil hingga dewasa, justru tidak membuatnya terpuruk dalam kesedihan. Melainkan menjadi kekuatan baginya untuk terus berjuang dan memberi warna bagi lingkungan sekitarnya.
Safriani kecil dibesarkan dalam lingkungan keluarga sederhana. Ayah dan ibunya berprofesi sebagai petani. Di usia dua tahun, Safriani harus kehilangan ayahnya karena sakit. Sebagai orang tua tunggal, ibunya harus berjuang menghidupi dirinya sendiri dan 8 orang anaknya. “Perjuangan dan jasa ibu saya sungguh besar untuk bisa menyekolahkan kami dan mencukupi kebutuhan kami semua. Ibu harus rela menjadi buruh tani di lahan orang lain,” ungkap anak ke-7 dari 8 bersaudara ini menceritakan kisah masa kecilnya.
Saat itu, Safriani kerap bertanya kepada sang ibu, ”Kapan nasib kita akan berubah, Bu?”. Lalu, ibunya menjawab, “Sabar Nak, sekarang belajarlah dengan baik suatu saat nanti kamu pasti bisa meraih apa yang kamu inginkan,” ujar sang ibu menyemangati.
Akibat kondisi ekonomi keluarga yang tidak stabil pulalah beberapa saudara laki-lakinya memilih untuk tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Mereka memilih bekerja untuk membantu meringankan beban perekonomian keluarga. “Bagi orang tua saya pendidikan sangatlah penting supaya kelak ilmu yang didapatkan bisa bermanfaat untuk mengubah hidup menjadi lebih baik,” tuturnya.
“Ibu saya selalu berpesan bahwa hidup itu adalah perjuangan maka jadilah orang yang sabar, jujur, bertanggung jawab dan bermanfaat bagi orang lain. Syukurilah apa yang kamu dapatkan,” ujarnya mengutip pesan sang ibu yang selalu diingat hingga sekarang.
Pun ketika di tahun 2015 tepat sehari setelah pengumuman kelulusannya menjadi CPNS, ia harus sabar menerima kenyataan pahit bahwa ibunda tercinta mengalami kecelakaan. “Itu masih saya ingat sampai sekarang. Beliau kecelakaan di depan sekolah tempat saya mengajar. Padahal sehari sebelumnya saya masih ingat bagaimana beliau menangis bahagia karena mengetahui saya lulus CPNS. Setelah kecelakaan, ibu saya tidak bisa berjalan lagi dan meninggal dua tahun kemudian,” tutur Safriani yang merasa menyesal karena merasa belum cukup membahagiakan sang ibu.
Semangat Safriani Berjuang Gapai Cita-cita Memajukan Dunia Pendidikan
Man Jadda Wa Jadda artinya barang siapa yang bersungguh-sungguh (dalam melakukan suatu hal), maka ia pasti akan berhasil. Kutipan pepatah Arab itu cocok untuk menggambarkan perjuangan Safriani menggapai cita-citanya. Di tengah keterbatasan ekonomi, keluarganya sangat mendukung Safriani dalam menempuh pendidikan. Dirinya berhasil menamatkan pendidikan hingga ke perguruan tinggi di Universitas Muhammadiyah Aceh (Unmuha), Jurusan Tarbiyah (D2). Kemudian, melanjutkan S1 di Universitas Terbuka, Jurusan Perguruan Guru Sekolah Dasar (PGSD) dan lulus pada tahun 2018. Setelah lulus D2, Safriani langsung mengajar sebagai guru honorer dan tidak langsung melanjutkan S1 karena terkendala biaya. Setelah dinyatakan lulus CPNS barulah safriani memberanikan diri melanjutkan pendidikan ditambah banyaknya dorongan dari teman disekolah.
“Setelah menyelesaikan kuliah, saya langsung menjadi guru honor di SDN 7 Syamtalira Aron pada tahun 2006. Selama 8 tahun mengabdi sebagai guru honor saya selalu menjalankan tugas dengan baik tanpa merasa bosan dan patah semangat,” ungkapnya.
Safriani bercerita, untuk menunjang kebutuhan sehari-hari ia menjual telur bebek, kelapa, sayuran dan hasil bumi lainnya, kepada rekan-rekan guru di sekolah. Selain itu, terkadang setelah membantu menggantikan jam mengajar guru lain karena sakit, ia mendapat uang sebagai jerih payahnya meskipun Safriani tidak mengharapkannya.
“Saat itu saya berharap dengan masuk kelas lain dapat menambah wawasan saya dalam mengajar. Guru-guru di tempat saya mengajar sangat memahami kondisi saya saat itu. Mereka dan kepala sekolah kerap membantu saya dalam mengatasi masalah ekonomi. Inilah yang membuat saya merasa dihargai sebagai guru,” jelasnya yang dikenal oleh rekan-rekannya sebagai sosok pemelajar sejati.
Safriani menyadari, tugasnya sebagai guru dituntut untuk terus meningkatkan kompetensi. Berbagai pelatihan ia ikuti seperti pendidikan dan latihan peningkatan mutu pembelajaran disekolah, sekolah inklusi, pelatihan penguatan literasi di sekolah, hingga pengembangan diri. “Meski saat itu status saya masih guru honor, Alhamdulillah semua rekan guru di sekolah percaya dan sangat mendukung saya untuk mengikuti berbagai macam pelatihan baik secara moril maupun materil. Mungkin bagi sebagian orang (pelatihan) itu melelahkan tapi bagi saya itu merupakan pengalaman yang sangat bermanfaat. Saya sering membagikan informasi yang saya terima kepada teman-teman,” imbuhnya.
Setelah 8 tahun mengabdi sebagai guru honor, akhirnya pada tahun 2014, Safriani berkesempatan melakukan pemberkasan seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dari kategori honorer. Setahun kemudian, baru ia dapat mengikuti ujian seleksi. Kesabarannya kembali diuji karena ia harus menanti pengumuman kelulusan dalam waktu yang cukup lama. “Kesabaran saya akhirnya berbuah manis, Alhamdulillah saya lulus dan menjadi salah satu CPNS dari SDN 7 Syamtalira Aron,” ucapnya penuh rasa syukur.
Setelah menjadi CPNS, Safriani dipercaya untuk mengikuti seleksi Guru Berprestasi namun sayangnya tidak lolos seleksi administrasi karena kendala belum memiliki sertifikat pendidik dan kepangkatan. “Namun, saya tetap bersemangat melakukan aktivitas seperti biasanya dengan terus mengembangkan kompetensi diri. Tak lama kemudian, saya mendapat berita kelulusan seleksi akademik Pendidikan Profesi Guru (PPG) tahun 2020 dari Sistem Informasi Manajemen untuk Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (SIMPKB) dan bisa mengikuti pelatihan PPG dalam jabatan pada tahun 2021,” jelasnya.
Ternyata, butuh perjuangan tersendiri selama mengikuti pelatihan ditengah kondisi Safriani yang mengandung anak ketiga di usia kandungan 7 bulan. Kondisi badan yang tidak fit ditambah tugas pelatihan, dan tanggung jawab mengurus rumah tangga, menjadi tantangan yang luar biasa bagi Safriani. Keterampilannya dalam mengelola waktu benar-benar terasah kala itu. PPG yang dilaksanakan secara daring menjadi keuntungan tersendiri sehingga dia masih bisa menjalankan berbagai tugas di tengah-tengah keluarga. Ia merasakan, keluarga dan rekan-rekan guru di sekolah merupakan pihak yang sangat membantunya sehingga dapat menyelesaikan PPG dengan tuntas.
Sertifikat pendidik yang ia dapatkan selepas mengikuti PPG menjadi motivasi untuk terus meningkatkan kompetensi. “Sangat penting bagi seorang guru untuk meningkatkan kompetensinya karena kita hidup pada zaman yang berbeda dengan zaman kita dulu. Tugas seorang guru bukan saja mengajar anak tentang pengetahuan tetapi juga membentuk karakter sehingga mereka bisa menjadi anggota masyarakat yang baik sesuai dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara,” ucapnya.
Saat ini, Safriani tercatat sebagai salah satu peserta Calon Guru Penggerak (CGP) angkatan 9. Awalnya, ia merasa kurang percaya diri karena penguasaan teknologi informasi (TI) yang minim. Namun, ia menyadari bahwa TI menjadi sebuah kebutuhan dalam berbagai lingkup kehidupan termasuk dunia pendidikan di masa depan.
“Pembelajaran dengan menggunakan TI lebih menarik dan menyenangkan bagi siswa. Oleh karena itu, saya terus belajar baik secara daring maupun langsung kepada orang-orang yang berkompeten di bidang itu. Insha Allah, usaha tidak akan mengkhianati hasil. Meskipun belum mahir, sekarang saya sudah bisa menggunakan TI dalam setiap pembelajaran saya,” tuturnya antusias.
Kepala Sekolah SDN 7 Syamtalira Aron, Mahdi, mengaku bangga memiliki tenaga pendidik seperti Safriani di sekolahnya. “Bu Safriani adalah guru muda yang penuh semangat, bertanggung jawab, suka menolong sesama guru, dan dekat dengan anak-anak. Saya sangat mendukung peningkatan kompetensi guru dengan melakukan pelatihan dalam komunitas belajar di sekolah yang dilakukan setiap hari Sabtu setelah pulang sekolah selama dua jam,” tutur Mahdi.
Dukungan kepala sekolah terhadap guru-guru di SDN 7 Syamtalira Aron mendorong Safriani untuk terus berkarya. Praktik baik mengajar yang sudah ia jalankan yaitu melakukan pembelajaran berdiferensiasi di kelas dengan menggunakan media pembelajaran berbasis TI seperti proyektor, video pembelajaran, dan bahan-bahan lain di sekitar sekolah yang bisa dimanfaatkan.
Selain itu, kepala sekolah juga memberikan dukungan berupa penyediaan sarana dan prasarana di sekolah seperti wifi, chrome book, dan perangkat sound system. “Saya teringat ketika awal implementasi Kurikulum Merdeka, kami belum memiliki buku paket, jadi saya menggunakan e-Book untuk mengajar dan itu sangat membantu saya dalam pembelajaran,” ungkapnya.
Jiwa seorang Guru Penggerak rupanya sudah tercermin dari seorang Safriani. Di satu sisi sebagai guru ia senang jika dapat memberikan pembelajaran yang berkesan, nyaman dan menyenangkan bagi peserta didik. Merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi Safriani ketika melihat kesuksesan pada peserta didiknya.
Di sisi lain, sebagai pendidik, ia juga senang dapat berkontribusi untuk membantu teman-teman seprofesi yang terkendala dalam pembelajaran. “Semua saya lakukan dengan sukarela semoga bisa jadi amal ibadah karena ilmu yang kita bagikan insha Allah akan terus berkembang. Jangan menunggu pintar untuk berbagi ilmu tetapi manfaatkan ilmu yang kita miliki untuk memberdayakan orang lain di sekitar kita,” ucapnya.
“Harapan saya, generasi muda dapat terus berinovasi dan memberikan yang terbaik untuk kemajuan pendidikan Indonesia. Generasi penerus adalah hasil dari didikan para guru hari ini karena apa yang guru tanam maka itu yang akan kita petik. Kepada para guru, jadilah pendidik yang dirindukan anak-anak dan pantang menyerah dalam mencetak bibit unggul berkarakter Profil Pelajar Pancasila,” pungkas Safriani.*** (Sumber: Safriani, Guru SDN 7 Syamtalira Aron, Kabupaten Aceh Utara, Penulis: Denty A., Editor: Seno Hartono)
Sumber :
Penulis : pengelola web kemdikbud
Editor :
Dilihat 103 kali